Sabtu, 04 Juni 2016

A. Riyanto

Daftar Komposer Produktif dan Pencetak Hits (Posisi 1)

(Tulisan milik arasadeta.blogspot.co.id)

Indonesia memiliki banyak seniman di bidang musik yang handal, dari 1960 hingga sekarang silih berganti para komposer (pencipta/penggubah lagu) mewarnai perjalanan musik kita dari masa ke masa. Meski popularitas mereka biasanya tergusur oleh para biduan yang menyanyikan lagu-lagu mereka, akan tetapi sebenarnya merekalah yang menciptakan trend musik di setiap dekade. Sebagai bentuk penghormatan atas dedikasi mereka, arasadeta menyajikan daftar para komposer yang memiliki produktivitas tinggi dengan karya berkategori hitsmaker dan dibawakan oleh beberapa penyanyi berbeda. Urutan peringkat bukan berdasarkan kualitas, namun berdasarkan popularitas lagu-lagu yang banyak menjadi hits pada kurun waktu tertentu. Mungkin ada beberapa nama yang saat ini terlupakan karena sudah tidak aktif lagi di blantika musik tanah air.  A. Riyanto atau Aloysius Riyanto pada awal karirnya tergabung dalam grup band Favourite’s. Selanjutnya dia dikenal sebagai pencipta dan penulis lagu yang banyak menjadi hits di tanah air. Kehadirannya sebagai musisi di industri musik pop Indonesia begitu fenomenal. Lagu-lagunya bertaburan dan dibawakan lewat beragam penyanyi dengan karakter vokal yang berbeda-beda. Deretan karyanya terentang sejak pertengahan 1960-an sampai awal 1980-an. Ia merupakan komposer yang terbebas ‘kontaminasi’ perseteruan segmentasi antara kalangan menengah atas dan bawah. Di tangannya, musik pop tidak mengenal istilah aliran atau genre pop ‘cengeng’ dan pop kreatif, karyanya menyentuh semua kalangan, meskipun di kemudian hari (era 1980-an-red) beberapa karyanya cenderung dikategorikan ke genre melankolis atau ‘cengeng’. Padahal lagu melankolis karya A. Riyanto terdengar tidak ‘cengeng’, baik dari segi komposisi musik maupun interpretasi para penyanyi yang menyanyikannya. Tetty Kadi yang juga merupakan adik sepupu dari sang musisi yang biasa dipanggil Kelik itu adalah penyanyi yang kerap menyanyikan karyanya yang selalu sukses besar dan terkenal itu. Diantara lagu-lagu tersebut adalah: “Mawar Berduri” (1966), “Layu Sebelum Berkembang” (1966; yang dirilis ulang Emilia Contessa tahun 1974 dan dijadikan soundtrack film “Akhir Sebuah Impian”), “Sepanjang Jalan Kenangan” (1967), “Teringat Selalu” (1967), “Pulau Seribu” (1966), “Senandung Rindu” (1967; yang dirilis ulang Vina Panduwinata (1992); lalu Lolla Pitaloka (1996)-red), dan “Bunga Mawar” (1966; yang dirilis ulang Novia Kolopaking tahun 1996 serta menjadi soundtrack sinetron “Darah Biru”). Umumnya lagu-lagu Tetty Kadi, terdapat pula dalam album-album Favourite’s Group. Selain sebagai hitsmaker, A. Riyanto juga dikenal sebagai penemu bakat bertangan dingin, terbukti dia berhasil mengorbitkan penyanyi yang benar-benar mulai dari nol. Sebut saja Jamal Mirdad, misalnya, sejak terorbitkan lewat lagu “Hati Selembut Salju” pada album “Perawan Desa” (1981), Jamal secara berturut-turut menangguk sukses besar lewat tangan A. Riyanto melalui “Hati Seorang Kawan Baru” (1982), “Hati Lebur Jadi Debu” (1982), dan “Hati Kecil Penuh Janji” (1983). A. Riyanto pandai meramu lagu yang disesuaikan dengan karakter vokal sang penyanyi, dan Jamal Mirdad memang memiliki karakter suara yang khas yang belum pernah terdengar pada suara penyanyi pria yang ada saat itu. Bahkan suara seperti Jamal, kemudian menjadi trend di kalangan anak muda pria sehingga menghasilkan banyak ‘Jamal Mirdad tiruan’. Salah satu ‘plagiat’ Jamal yang cukup sukses adalah Ade Putra yang juga ‘ditemukan’ oleh A. Riyanto. Ade Putra sukses dalam debutnya lewat album “Tanda Mata” (1982), yang di dalamnya terdapat tembang hits berjudul “Anak Desa”. A. Riyanto berkolaborasi dengan musisi Harry Toos dalam album ini. Rano Karno yang kala itu adalah bintang film remaja ternama, juga terseret ‘demam Jamal’, lewat tembang “Yang Sangat Kusayang” (1982), dia pun berhasil mendapat sambutan dari khalayak dengan menampilkan materi suara nyaris serupa dengan Jamal Mirdad. Endang S. Taurina juga termasuk penyanyi ‘hasil penemuan’ A. Riyanto. Meskipun sebelumnya telah eksis sebagai penyanyi, namun karir Endang lebih mantap ketika ditangani oleh A. Riyanto, album “Apa yang Kucari” (1983) besutan A. Riyanto mampu menciptakan kesuksesan luar biasa dan sejak saat itu nama Endang S. Taurina mulai diakui eksistensinya sebagai penyanyi bertalenta bagus. Lagu ini pula yang membuat nama Endang melambung hingga ke Malaysia. Selanjutnya lagu-lagu Endang seolah menjadi langganan ditangani A. Riyanto, seperti “Dia yang Kucari” (1984) dan “Bunga dan Kumbang” (1985). Endang S. Taurina dan A. Riyanto juga kerap berkolaborasi menghasilkan lagu-lagu bertemakan puja-puji terhadap Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang sekarang disebut TNI. Nama lain yang ‘ditemukan’ A. Riyanto adalah Chintami Atmanegara. Chintami yang sebelumnya merupakan model kalender dan telah merilis dua album, dipercaya menyanyikan karyanya yang melankolis berjudul “Duri Dalam Dada” (1984) yang memposisikan Chintami menjadi artis JK Records papan atas. Demikian halnya dengan Ervinna, Richie Ricardo, dan Jayanthi Mandasari. Mereka cukup sukses dalam karirnya masing-masing lewat karya A. Riyanto. Ervinna, antara lain populer lewat “Jangan Parkir Disitu” (1984) dan “Ada Udang di Balik Batu” (1986), Richie hits lewat “Acuh-acuh Mau” (1984), dan Jayanthi berhasil melalui “Memori Bulan Januari” (1983). Lagu “Desember Kelabu” (1982) ciptaannya yang sangat populer malah mengalahkan popularitas penyanyinya sendiri, yaitu Maharani Kahar yang entah mengapa karir musiknya tidak berlanjut lagi. Belakangan, lagu tersebut identik dengan Yuni Shara yang merilis ulang pada 1998. A. Riyanto dikenal pula sebagai komposer yang sering menghasilkan lagu bertemakan nasionalisme, di antara lagu-lagu tersebut ada yang dibuat secara serial berjudul “Nusantara” (“Nusantara I”, “Nusantara II”, “Nusantara III”, dan seterusnya). Jamal Mirdad dan penyanyi pendatang baru Atiek CB menjadi penyanyi serial “Nusantara” ini bergantian. Nama Atiek CB mulai dikenal publik namun belum terlalu mencuat waktu itu. Rafika Duri dan Andi Meriem Matalatta, dua penyanyi bersuara lembut namun berkarakter kuat ini sedikit banyak juga terangkat lewat karya cipta A. Riyanto pada awal karir mereka. Rafika Duri populer berkat lagu “Tertusuk Duri” (1976), dan “Hanya Untukmu” (yang memenangkan Gayageum Award di Seoul, Korsel, 1978-red), sedang Andi Meriem terkenal lewat “Jumpa Lagi” (1977) dan “Lembah Biru” (1977). Sementara itu, ‘Ratu Festival’ Hetty Koes Endang tak mau ketinggalan untuk ‘mencicipi’ karya A. Riyanto, Hetty mencatatkan fenomena unik yang jarang terjadi yaitu kerap merilis ulang keseluruhan lagu dari album Jamal Mirdad, dan hebatnya tak kalah sukses dari album Jamal Mirdad itu sendiri, yaitu album “Hati Seorang Kawan Baru” (1982) dan “Hati di dalam Dadaku” (1983). Titiek Puspa sempat meramaikan karya A. Riyanto lewat “Permata Hati” (yang dirilis ulang secara duet oleh Harvey Malaihollo dan Rafika Duri (1983)-red). Demikian halnya dengan ‘Singa Panggung Asia’ Emilia Contessa pernah populer lewat “Mimpi Sedih” (1975) (yang kemudian dirilis ulang Broery Pesolima (1978), lalu Dessy Fitri (1996)-red) dan “Setangkai Anggrek Bulan” (duet dengan Broery Pesolima (1977), yang dirilis ulang Rano Karno & Ria Irawan (1992), kemudian Chrisye & Sophia Latjuba (2002)-red). Tak seperti Rinto Harahap yang pernah menciptakan lagu untuk putrinya, Cindy Claudia, sayangnya Lisa A. Riyanto, putri sang musisi tidak sempat menyanyikan karya sang ayah kala terjun ke dunia musik, namun kakak Lisa yaitu Ari A. Riyanto sempat merilis lagu A. Riyanto di masa kanak-kanak. Ari kemudian lebih banyak berkecimpung di balik layar, menjadi arranger atas lagu-lagu Lisa dan beberapa penyanyi lain. Kiprah putra-putri A. Riyanto di jagat musik tanah air tidak segemilang ayahanda mereka. Lagu “Hati yang Terluka” (1994) yang terkenal lewat olah vokal Broery Marantika bisa dikatakan merupakan salah satu karya terakhirnya, namun masih mampu mencapai hits besar di era musik pop modern, terbukti dengan dikeluarkannya lagu jawaban yang menjadi sequel lewat suara Karmila Warouw berjudul “Hapuslah Prasangka di Hatimu” (1995). “Hati yang Terluka” disebut-sebut sebagai ‘warisan’ A. Riyanto untuk Broery karena konon lagu ini memang dipersiapkan untuk Broery, namun baru sempat dirilis setelah ia berpulang. Inilah kolaborasi terakhir A. Riyanto bersama Broery, mengulang sukses tahun 1978, suatu kolaborasi yang mempopulerkan nama Broery di awal karir musiknya lewat “Angin Malam”. Hebatnya setelah 20 tahun berlalu, kesuksesan itu kembali terulang tentunya dalam latar belakang zaman yang jauh berbeda selera musiknya. Karya A. Riyanto dikenal ‘abadi’ karena sanggup bertahan dan tak pernah luntur di makan zaman, bahkan generasi 2000-an pun masih banyak mengenal lagu-lagu hasil karyanya meskipun mungkin tidak mengetahui lagi siapa penciptanya. Untuk itu, arasadeta menempatkan A. Riyanto, musisi yang wafat pada 17 Juni 1994 ini pada posisi puncak Daftar Komposer Produktif dan Pencetak Hits di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar